IMPLEMENTASI PENERAPAN PIDANA TUTUPAN DALAM PRAKTIK PERADILAN DI INDONESIA Jurnal Hukum Militer/STHM/Vol.15/No.2/Agustus 2023

Main Article Content

Sutrisno

Abstract

ABSTRAK
Dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 6 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) disebutkan bahwa salah satu jenis pidana pokok yaitu “Pidana Tutupan”. Demikian pula dalam Pasal 65 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang merupakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional sebagai pengganti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang ada sekarang (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 beserta perubahannya), keberadaan pidana tutupan sebagai pidana pokok masih eksis. Pencantuman pidana tutupan dalam KUHP Nasional berarti eksistensi pidana tersebut masih dipertahankan dan masih efektif untuk diterapkan. Titik berat penjatuhan pidana tutupan adalah apabila hakim menilai bahwa tindak pidana tersebut dilakukan dengan “maksud yang patut dihormati”. Oleh karena itu, agar tidak terjadi multitafsir perlu dirumuskan terlebih dahulu pengertian/definisi dari kalimat “maksud yang patut dihormati” sebagai dasar penerapan/penjatuhan pidana tutupan. Selanjutnya dalam tindak pidana apa saja pidana tutupan dapat diterapkan saat ini, hal ini tentu telah terjadi pergeseran substansi yang pada awalnya diterapkan dalam tindak pidana politik menjadi kepada tindak pidana umum. Pidana tutupan dapat diterapkan/ dijatuhkan terhadap tindak pidana yang dilakukan dengan niat untuk kepentingan negara (kepentingan pertahanan dan kemanan negara); untuk tujuan kemanusiaan; atau untuk kepentingan masyarakat luas dan tidak ada niat untuk mengambil keuntungan sedikitpun dari tindak pidana tersebut. Implementasi penerapan “pidana tutupan” dalam praktik peradilan di Indonesia hingga saat ini tercatat baru sekali diterapkan, yaitu dalam perkara Peristiwa 3 Juli 1946.
Kata kunci: Penerapan, Pidana Tutupan, Praktik Peradilan


ABSTRACT
In Article 10 of the Criminal Code (KUHP) and Article 6 of the Military Criminal Code (KUHPM) it is stated that one of the main types of punishment is "cover crime". Likewise in Article 65 paragraph (1) letter b of Law Number 1 of 2023 concerning the Criminal Code which is the National Criminal Code as a substitute for the existing Criminal Code (Law No. 1 of 1946 Jo. Law Number 73 of 1958 and its amendments), the existence of covert punishment as the principal crime still exists. The inclusion of cover-up punishment in the National Criminal Code means that the existence of this crime is still maintained and is still effective for implementation. The focus of imposing a cover sentence is if the judge considers that the crime was committed with "intentions that deserve respect". Therefore, in order to prevent multiple interpretations, it is necessary to first formulate the meaning/definition of the sentence "intentions that deserve respect" as the basis for the application/imposition of a cover sentence. Furthermore, in what criminal acts cover-up crimes can be applied at this time, of course there has been a shift in substance which was originally applied in political crimes to general crimes. Closing punishment can be applied/imposed on criminal acts committed with the intention of serving the interests of the state (the interests of national defense and security); for humanitarian purposes; or for the benefit of the wider community and there is no intention to take the slightest profit from the crime. Until now, the implementation of the application of "cover sentence" in judicial practice in Indonesia has only been recorded once, namely in the case of the 3 July 1946 Incident.
Keywords : Application, Covert Crime, Judicial Practice

Article Details

Section
Jurnal Hukum Militer